Perang Dunia II yang mengubah segalanya. Kekuasaan Inggris
terhadap negara-negara jajahannya runtuh sebelum masa PD II &
terpecah belah pada saat pertengahan masa peperangan. Inggris
memeberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya setelah
mendapat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1962 Jamaika
membentuk pemerintahan sendiri meskipun masih tetap sebagai negara
persemakmuran. Budaya Jamaika & musiknya mulai terefleksi dalam
optimisme baru & aspirasi rakyat yang liberal.
Sejak tahun 40′an Jamaika telah mengadopsi & mengadaptasi
berbagai bentuk musik dari Amerika. Pada saat PD II berakhir, begitu
banyak band-band di Jamaika yang memainkan musik-musik dansa. Grup
seperti Eric Dean Orchestra dengan trombonisnya Don Drummond &
master gitarisnya Ernest Ranglin terpengaruh oleh musisi-musisi jazz
Amerika seperti Count Bassie, Erskine Hawkins, Duke Ellington, Glenn
Miller & Woody Herman. Ditahun 50′an ketenaran band-band jazz di
Amerika digantikan oleh grup-grup yang kecil & cenderung lebih
memainkan irama bop/rhythm & blues sound. Musisi Jamaika yang
sering berkunjung ke Amerika terpengaruh & membawa pola permainan
musik tersebut ke daerah asalnya. Band-band lokal di Jamaika seperti
Count Smith The Blues Blaster, Sir Nick The Champ & Tom The Great
Sebastian mulai memainkan gaya baru tersebut. Ditahun 1954, pertunjukan
terbesar pertama kali diadakan di kota Kingston tepatnya di Ward
Theatre. Band-band tradisional yang memainkan irama mento-folk-calypso
ikut ambil bagian & sering sekali band-band tersebut mengisi acara
di hotel-hotel yang ada di Jamaika & seputar pulau tersebut. Pada
akhir tahun 50′an pengaruh-pengaruh jazz, R&B, & mento (sejenis
musik calypso) melebur menjadi satu bentuk baru yang dinamakan
‘shuffled’. Irama shuffled memperoleh popularitas berkat kerja keras
musisi-musisi seperti Neville Esson, Owen Grey, The Overtakers &
The Matador Allstars. Banyak studio & perusahaan rekaman yang
mengalami perkembangan & terus berusaha untuk mencari
talenta-talenta baru. The Jamaican Broadcasting Corporation pun ikut
membangkitkan semangat kepada musisi-musisi muda melalui siaran
acara-acara di radio.
Dua orang yang amat berpengaruh dalam perkembangan musik di Jamaika
pada tahun 50′an adalah Duke Reid & Clement Seymour Dodd. Bersama
istrinya, Duke Reid memiliki toko ‘Treasure Island Liquor’ yang
berlokasi di jalan Bond (Bond street). Soundsystem Reid dikenal dengan
nama ‘The Trojan’, diambil dari tulisan yang tertera pada truknya. Truk
yang biasa digunakan sebagai angkutan barang untuk tokonya. Dodd
menamakan soundsystem miliknya ‘Sir Coxsone Downbeat’ yang diambil dari
nama pemain kriket asal Yorkshire, Coxsone. Sepanjang akhir dekade,
kedua orang tersebut memimpin persaingan dalam bisnis musik. Walaupun
Coxsone lebih dekat dengan ‘Ghetto’(perkampungan yang didiami kaum atau
kelompok tertentu) Adalah Reid yang dianugerahi sebagai ‘King of sound
& blues’ di Success Club (acara penganugerahan) di tahun 1956,
1957, 1958.
Tahun 1962, saat di mana Jamaika sedang gandrung meniru musik-musik
Amerika, Cecil Bustamente Campbell yang kemudian dikenal dengan nama
‘Prince Buster’, tahu bahwa sesuatu yang baru amat dibutuhkan pada saat
itu. Ia memiliki seorang gitaris yang bernama Jah Jerry yang kemudian
bereksperimen di musik dengan menitikberatkan ‘ketukan ‘afterbeat’
ketimbang ‘downbeat’. Hingga pada saat ini ketukan afterbeat menjadi
esensi dari singkop (penukaran irama) khas Jamaika. Ska pun lahir.
Soundsystem/studio rekaman pun mulai merekam hasi kerja mereka. Dengan
tidak memberikan label pada vinyl (piringan hitam) dengan tujuan agar
memperolehkeuntungan diantara para pesaingnya. Sehingga yang lain tidak
dapat melihat apa yang dimainkan & ‘mencuri’ untuk sondsystem
mereka sendiri.
Perang antar soundsystem pun memuncak hingga pada saat para donatur
terancam oleh segerombol orang-orang yang menyebabkan permasalahan.
Orang-orang ini dinamakan ‘Dance Hall Crashers’. Meskipun fasilitas
Mono Recording yang masih primitif, adalah keteguhan hati dari
antusiasnya akan musik ska yang memungkinkan untuk menjadi musik
komersil dari Jamaika yang pertama kali. Dan kenyataannya ska dikenal
sebagai musik dansa rakyat Jamaika.
Sepanjang
tahun 60′an wilayah ghetto di Jamaika dipenuhi oleh pemuda-pemuda yang
mencari pekerjaan. Pada waktu itu amat susah di dapat. Pada awalnya
pemuda-pemuda ini tidak tertarik dengan optimisme musik ska.
Pemuda-pemuda tersebut menciptakan identitas kelompok sebagai ‘Rude Boy’
(sebuah trend dikalangan pemuda yang pernah terjadi pada periode awal
tahun 40′an) Menjadi ‘Rude’ artinya menjadi seseorang dimana masyarakat
menganggapnya tidak berguna. Gaya dansa ska para Rude Boy memiliki
ciri khas tersendiri, lebih pelan, dengan tingkah seakan-akan meninju
seseorang. Rude Boy memiliki koneksitas dengan ‘Scofflaws’(orang-orang
yang selalu menentang hukum) & dunia kriminal lainnya. Hal ini
terefleksikan dalam lirik-lirik lagu ska. (catatan: gaya penampilan
berpakaian Rude Boy yaitu dengan celana panjang yang mengatung hanya
semata kaki). Musik ska sekali lagi mengalami perubahan untuk
merefleksikan ‘Mood of the rude’ dengan menambahkan tensi pada permainan
bass yang disesuaikan dengan gaya sebelumnya yaitu ‘free-walking bass
style’.
Banyak yang berbondong-bondong mengadu nasib di kota Kingston untuk
memperoleh ketenaran dalam industri musik yang kemudian beralih menjadi
penjual ganja ketika gagal & modal makin menipis. Banyak pula yang
berkecimpung dalam dunia kriminal (tergambar dalam film ‘The Harder
They Come’ yang diperankan oleh Jimmy Cliff ,film ini dipercaya
mengisahkan tentang perjalanan hidup Jimmy Cliff)
Dua partai politik yang ada di Jamaika membentuk banser bersenjata.
Opini publik pun mengarah pada penentangan terhadap kelompok Rude Boy
& penggunaan senjata api. Peraturan pemilikan senjata api pun
ditilik kembali setelah melalui periode dimana kepemilikan senjata
diperbolehkan asal tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Siapa pun
yang memiliki senjata api yang ilegal, diancam hukuman penjara seumur
hidup
Artis & produser mendukung bahkan ‘memaafkan’ atas prilaku kelompok Rude Boy melalui musik ska.
Dukungan untuk tidak menggunakan senjata api terefleksi dalam
lagu-lagu seperti “Lawless street” dari kelompok Soul Brothers, “Gunmen
coming to town” The Heptones. Duke Reid memproduseri salah satu grup ska
The Rude Boy (shuffling down Bond street) C.S. Dodd pun ikut
memproduseri grup muda yang memiliki visi musik mereka sebagai ‘rudies’
yaitu kelompok The Wailers ( Bob Marley, Peter Tosh, Bunny Wailer).
Prince Buster menemukan seseorang yang memiliki mitos karakter sebagai
Rude Boy yaitu Judge Dread. Lagu “007 Shanty Town” yang dinyanyikan oleh
Desmond Dekker adalah sebuah karya cemerlang dalam mendokumentasikan
perilaku Rude Boy kedalam sebuah lagu (berhasil memasuki urutan tangga
lagu ke 14 di UK Charts)
Tema rude boy masih mendominasi sepanjang periode ska, dan
popularitasnya memuncak sepanjang musim panas tahun 1964. Beat ska
menjadi lebih lambat & Rocksteady pun lahir. Gelombang ska pertama
berakhir pada tahun 1968 (Rocksteady adalah bagian cerita lain:
Rocksteady kemudian melahirkan musik Reggae. Popularitas musik Reggae
di Inggris di sebarkan oleh Skinhead; kelompok Rastafarian mengadopsi
musik Reggae & lirik-lirik lagunya cenderung bertemakan ajaran
Rastafari & pandangan Relijiusnya, Reggae pun berkembang menjadi
‘Dub’, ‘Dancehall’, & seterusnya.
Gelombang Ke Dua (Second Wave)
Ditahun 1962, saat di mana Inggris menjanjikan jaminan secara tak
terbatas kepada para imigran yang berasal dari negara-negara
persemakmurannya, kerusuhan ras pun terjadi. Disaat itu musik ska
& Reggae sedang populer. Dibawa dari Jamaika oleh banyak musisi
& produser yang ikut berimigrasi, termasuk ‘The Trojan’ &
seorang kelahiran Kuba, Laurel Aitken. Pada tahun 70′an, imej Rude Boy
diperbaharui & ter-ekspresi dalam penggabungan 2 jenis musik yang
masih tergolong baru di Inggris yaitu Reggae & Punk oleh band The
Clash (Rudie can’t fail). Antara pertengahan hingga akhir tahun 70′an,
band seperti The Coventry Automatics memilih untuk memainkan ska
ketimbang Reggae karena menurut Jerry Dammers (pendiri band tersebut),
memainkan musik ska lebih mudah & gampang. The Coventry Automatics
merubah namanya menjadi The Specials AKA The Automatics, kemudian
berubah lagi menjadi The Specials.
Selanjutnya pada tahun 1979 Jerry Dammers mendirikan 2Tone Records.
Keinginan Dammers layaknya seperti Prince Buster di awal tahun 60′an
yaitu menciptakan sesuatu yang baru. Hitam & putih menjadi simbol.
Lahirlah yang dinamakan dengan 2Tone ska. Logo 2Tone yaitu gambar
kartun pria berpakaian jas hitam dengan kemeja putih, dasi hitam, topi
‘pork pie’, kaca mata hitam, kaus kaki putih & sepatu ‘loafers’
hitam menjadi logo resmi yang karakternya di beri nama ‘Walt Jabsco’
(diambil dari nama Walt Disney, pendiri film kartun & Jabsco
berarti ganja dalam bahasa slang latin). Diciptakan oleh Dammers
sendiri berdasarkan pose Peter Tosh pada sebuah photo awal kelompok The
Wailers yang dapat di lihat pada cover album ‘The Wailing Wailer
Studio One Realease’.
Pada saat kerusuhan ras sedang terjadi, & organisasi rasis
‘National Front’ sedang tumbuh pesat, pakaian hitam putih & band
yang anggota nya terdiri dari multi ras, mengetengahkan lagu-lagu yang
bertemakan ‘unity’ disaat negara tersebut sedang terpecah belah oleh
isu rasial. Sama halnya dengan musik ska di Jamaika, situasi yang
terjadi pada saat itu terefleksi kedalam lirik lagu, seperti “Racist
Friend” The Specials AKA. Band-band seperti Madness, The Beat, The
Selecter, The Bodysnatchers & The Specials membuat ska menjadi
sesuatu yang segar dengan mengolah nomor-nomor ska klasik dari Prince
Buster (Roughrider, Madness, Too hot, dll.) & artis-artis gelombang
pertamanya.Band lain yang tidak termasuk 2Tone tetapi berasosiasi
dengan gerakan 2Tone adalah Bad Manners. Ada juga persilangan dengan
artis gelombang pertama dengan band 2Tone (Rico Rodriguez adalah pemain
trombone yang menjadi additional player pada kelompok The Specials,
anak murid dari pemain trombone ternama Don Drummond & sering
dipakai sebagai musisi studio do Jamaika)
Pada akhirnya Chrysalis Records membeli 2Tone dari Dammers dengan
keputusan menandatangani perjanjian kontrak dengan band-band 2Tone
lainnya. Termasuk antara lain: The Specials, The Selecter, Madness,
Rico Rodriguez, The Swinging Cats, The Friday Club, The Bodysnatchers,
The Hisons, JB Allstars, Specials AKA, The Apollonairs, The Beat (di
Amerika di kenal dengan nama ‘The English Beat’ karena sudah ada band
yang memakai nama The Beat) & sebuah single dari Elvis Costello.
(catatan: single Elvis Costello tersebut berjudul “I can’t stand up for
falling down” menjadi permasalahan & tidak pernah di jual. Copy
lagu tersebut diberikan secara gratis kepada penggemar Costello pada
saat pertunjukannya. Costello memproduseri debut album The Specials
& menjadi guest singer sekaligus produser untuk single The specials
AKA yang berjudul Nelson Mandela 12″.
Tahun 1985 2Tone label bubar. Dammers mengalami kebangkrutan terhadap
perusahaan Chrysalis. Band-band 2Tone mengalami masa popularitasnya dari
tahun1978-1985 walau bagaimanapun bukan hanya 2Tone yang memainkan
musik ska. Diantara band-band lainnya adalah The Tigers, Ska City
Rockers, The Akrylykz (dengan Roland Gift pada tenor sax, yang kemudian
bergabung bersama mantan anggota The English Beat Cox, & Steele
yang belakangan menjadi penyanyi di Fine Young Cannibals), The
Employees, The Piranhas, dan masih banyak lagi.
Hal tersebut menutup gelombang kedua musik ska pada gelombang ketiga: dengan berakhirnya 2Tone & gelombang kedua, musik ska
menjadi sempit namun tidak menjadi musik yang usang. Adalah The
Toasters (pernah merilis single dibawah nama ‘Not Bob Marley’), Bim
Skala Bim, The Untouchables & Fishbone yang menjadikan tradisi dalam
mencampur beat ska dengan unsur unsur musik lainnya seperti pop, rock dan beat-beat lainnya.
Gelombang Ke Tiga (Third Wave)
Keberadaan gelombang ketiga musik ska terdiri dari berbagai bentuk dengan
mengkombinasikan hampir setiap jenis musik yang kira-kira dapat dikawinkan dengan irama ska. Band-band seperti Jump With Joey, Hepcat, Yebo, NY Ska Jazz Ensemble & Stubborn Allstars tetap bermain pada akar ska Jamaika. Operation Ivy, Voodoo Glow Skulls, Mighty Mighty Bosstones, dll. menggunakan energi punk untuk menciptakan ska-core.
Regatta 69, Fillibuster, Urban Blight, dll. tetap bertahan pada corak
Reggae/Rocksteady beat. Punch The Clown, Undercover S.K.A., dll.
mencirikan pengaruh dari gaya 2Tone. Yang menarik adalah band asal
Florida, Pork Pie Tribes menggabungkan beat ska dengan musik tradisional Irlandia.
Image Rude Boy/Rude Girl hadir kembali pada gelombang ketiga, namun
kali ini tidak sebagai pemberontak. Tetapi sebagai suporter yang
fanatik dengan musik ska. Digelombang ketiga ini juga terdapat hal-hal
yang tidak pernah ada pada awal gelombang pertama (beberapa diantaranya
ada yang tidak pernah di mengerti) seperti ‘Straight Edge’ dengan logo
‘X’ ditangan, boneheads, OI/SKA, Skinhead Against Racial Prejudiced
(SHARP’s) juga konsep-konsep ‘sell outs’. Ada beberapa aspek diantaranya
yang belum berubah: ska masih menjadi musik kalangan remaja, setiap
pertunjukan ska dapat disaksikan oleh segala umur & tidak terlalu
mahal untuk mengakomodasikannya. Disamping itu juga ska masih membentuk
beat yang unik & harmonis walaupun digabungkan dengan unsur-unsur
musik lainnya. & orang-orang pun masih banyak yang menikmatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar